
Oleh : M. Ardhan Putra Fadlice (Kelas X DKV)
Hukuman di sekolah biasanya digunakan untuk mendisiplinkan siswa yang melanggar peraturan. Namun, banyak hukuman yang hanya menimbulkan rasa takut, bukan pemahaman. Padahal, tujuan pendidikan adalah membentuk karakter siswa, bukan hanya menekankan pada perilaku mereka atau memaksa mereka untuk taat.
Hukuman tanpa pemahaman hanya akan menumbuhkan rasa takut dan trauma. Siswa yang patuh karena takut tidak akan mengerti mengapa tindakan mereka salah, dan rasa takut itu hanya sementara. Kalau siswa paham tentang kesalahannya, mereka tidak akan mengulanginya lagi. Siswa harus tahu mengapa tindakan mereka salah dan diberi penjelasan tentang tujuan dari hukuman itu. Dengan pemahaman, siswa bisa lebih mudah merenung dan berkembang sebagai pribadi. Hukuman yang disertai pemahaman juga akan terasa lebih adil dan masuk akal.
Seperti yang dikatakan oleh filsuf Yunani, Heraclitus, “Banyak pembelajaran tidak mengajarkan pemahaman.” Pendidikan sejati bukan hanya tentang menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk pemahaman dan kesadaran. Tanpa pemahaman, pengetahuan hanya akan menjadi kumpulan informasi kosong. Siswa bisa saja menghafal peraturan sekolah, tetapi itu tidak berarti mereka memahami nilai dari aturan tersebut dan mengapa aturan itu dibuat.
Contohnya, jika seorang siswa terlambat masuk sekolah dan dihukum membersihkan halaman sekolah tanpa penjelasan dari guru, dia mungkin hanya datang lebih pagi keesokan harinya karena takut dihukum lagi. Siswa tersebut tidak memahami pentingnya kedisiplinan. Sebagai gantinya, seorang guru seharusnya memberi penjelasan dengan berdialog bersama siswa. Guru bisa menjelaskan pentingnya kedisiplinan dan menghargai waktu, supaya siswa bisa mengerti dan mengaplikasikan nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Eleanor Roosevelt mengatakan, “Pemahaman harus tumbuh di kedua belah pihak.” Pemahaman tidak hanya datang dari satu pihak saja, tetapi harus ada usaha dari kedua belah pihak untuk saling memahami. Guru bukan hanya pemberi hukuman, tetapi juga pembimbing. Guru perlu memahami latar belakang dan kondisi siswa, sementara siswa juga perlu memahami tujuan hukuman dan konsekuensinya jika melanggar aturan. Dengan cara ini, hubungan antara guru dan siswa akan semakin kuat, dan rasa kepercayaan pun terbangun. Siswa akan merasa bahwa hukuman bukan sekadar hukuman, tetapi bagian dari proses pembelajaran.
Oleh karena itu, kita perlu mengubah pola pikir tentang hukuman. Pendidikan tidak hanya cukup dengan memberi hukuman atau aturan tanpa menjelaskan maknanya. Seperti yang dikatakan Najwa Shihab, “Generasi pembelajar adalah generasi yang tak hanya mendapat pengetahuan, tetapi juga pemahaman.” Hukuman yang disertai pemahaman akan membantu siswa menjadi pribadi yang lebih baik. Mereka tidak hanya tahu apa yang benar dan salah, tetapi juga mengerti mengapa itu benar atau salah. Inilah pendidikan sejati, yang menumbuhkan rasa kesadaran, bukan sekadar kepatuhan.